Puasa di Tengah Wabah Covid-19, dan Advokasi Sosial

0
puasa di tengah wabah Covid
Dr H Ihsan MAg
Oleh :  Dr H Ihsan MAg

RAMADAN hadir kembali. Tahun ini kita menjalani puasa di tengah wabah Covid-19. Di tengah krisis yang meluluhkan semua sendi kehidupan, ibadah puasa harus lebih bermakna.

Dalam kehidupan beragama, wabah virus Corona memang telah membalik berbagai praktik ibadah yang lazim dilakukan oleh umat beragama. Masjid-masjid ditutup. Shalat jama’ah dan Jum’at ditiadakan, termasuk sholat Tarawih yang menjadi “brand” malam-malam Ramadhan. Semua harus dikerjakan di rumah atau uzlah (lockdown).

Corona seakan memberi peringatan bahwa sholat tidak hanya di masjid. Meminjam istilah budayawan Emha Ainun Najib (Cak Nun), “Seribu masjid, satu jumlahnya”. Beribu masjid yang ada di luar diri, semuanya akan kembali pada satu masjid, yakni satu “pasujudan” di atas sajadah kita.

Sujud semestinya juga kita lakukan dengan membantu sesama yang secara ekonomi terdampak Corona.

Hikmah puasa di tengah wabah Covid-19 yang bisa dipetik dalam melakukan uzlah yaitu karena tidak melakukan banyak aktivitas diluar selama bulan puasa ini, kita mampu menghindari hal-hal yang bisa menurunkan kualitas puasa kita. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda:

Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah menahan diri dari perkataan lagwu dan rafats. Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya, “Aku sedang puasa, aku sedang puasa”.

Puasa Pembersihan Diri Momentum Advokasi Sosial

Sebelum wabah Corona, kita memaknai puasa sebagai proses pembersihan diri dari unsur-unsur kebinatangan. Dengan tidak makan dan minum di siang hari. kita mengurangi nafsu hewaniyah itu untuk lebih mengaktifkan dimensi ruhaniyah kita.

Di musim Corona ini, pembersihan diri secara individualis seperti itu, tidaklah cukup. Kita dituntut untuk lebih mengamalkan “dimensi sosial” dari ibadah puasa. Dan tepat di titik inilah, tujuan utama puasa, juga kerahmatan Islam terpatri.

BACA JUGA  Kasus Baru Covid-19 di Jepara Melonjak Usai Lebaran

Jika kita menengok kembali tujuan utama syariah Islam, kita akan mendapatkan konsen Islam atas perlindungan hak-hak mendasar manusia. Sejak hak untuk beragama, hak hidup, hak berpikir, hak properti dan hak keturunan.

BACA JUGA : Zakat untuk Terdampak Covid-19 Dimaksimalkan

Dalam kaitan ini, puasa tidak hanya bertujuan menjaga agama, tetapi juga menjaga nyawa. Sebab ibadah ini memberikan isyarat agar kita ikut merasakan kelaparan sebagaimana dialami oleh saudara sesama yang kesulitan ekonomi.

Puasa tidak hanya memberikan pahala di akhirat, tetapi juga memerintahkan kita untuk menajamkan kepekaan sosial agar menjadi pribadi dermawan.

Akibat Corona, terjadilah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara massal. Masyarakat kini menjalankan ibadah puasa di kondisi krisis finansial. Dalam kondisi seperti ini, kepekaan sosial dari puasa tidak boleh hanya dijadikan refleksi, tetapi aksi.

Berbagai organisasi kemasyarakatan seperti NU dan Muhammadiyah harus mengambil peran untuk melakukan advokasi sosial ini, sehingga kesadaran individu mendapatkan saluran aktualisasi.

Dengan demikian, berkah Corona, kini kita perlu melakukan reorientasi praktik keagamaan kita. Dari individualisme, kepada kemaslahatan sosial.

Di dalam Pancasila, iman kepada Tuhan Yang Maha Esa dibuktikan dengan amal saleh dalam bentuk pemuliaan martabat manusia, perawatan persatuan bangsa, pemenuhan hak-hak rakyat, dan perwujudan kesejahteraan rakyat.

Iman yang vertikal harus diamalkan dalam bentuk kebaikan horisontal. Sebab tidak ada jalan lain untuk membalas kasih sayang Allah, selain dengan mengasihi makhluknya di bumi. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini