PATI, suaramuria.com – Anggota DPR RI Marwan Jafar menyebut, posisi tawar ekonomi Indonesia perlu ditunjukkan di level internasional. Posisi itu penting agar negeri ini masuk dalam pemain besar ekonomi dunia.
“Semestinya kita tidak terlena dengan senantiasa membenahi perekonomian domestik. Fokus itu sangat diperlukan, tetapi pemerintah juga jangan lengah dengan posisi maupun potensi nilai keekonomian global,” ujarnya kepada suaramuria.com, baru-baru ini.
Anggota Komisi VI DPR RI ini menyebutkan, fakta belakangan ini terjadi perebutan pengaruh kekuatan ekonomi besar dunia, seperti Amerika Serikat (AS), Tiongkok, Jepang, dan India.
BACA JUGA: Marwan Minta Harga BBM Terjangkau Rakyat
Indonesia sebagai negara besar juga selayaknya berkepentingan untuk bersaing dalam pusaran tersebut.
Mengapa demikian? Marwan menjelaskan, pemerintah harus memahami posisi strategis Indonesia dalam geopolitik ekonomi. Kesadaran itu dapat mendorong upaya agar Indonesia turut berkompetisi. Jadi tidak sebatas menjadi penonton di tengah pertarungan para raksasa ekonomi tersebut.
Lebih lanjut politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu mengungkapkan, indikasi tumbuhnya kesadaran geopolitik tersebut tampak sejak lama. Terutama saat Presiden KH Abdurrahman Wahid menggagas dan mewujudkan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kementerian itu berupaya mengembalikan potensi besar kemaritiman.
Fondasi Perekonomian Nasional
Dengan nuansa dan dinamika yang variatif, semestinya pemerintah tetap memperkuat fondasi perekonomian nasional. Tujuannya untuk merespon perkembangan perebutan pengaruh perekonomian global yang semakin tak terhindarkan.
“Berkait itu, saya kira langkah-langkah pemerintah sudah cukup signifikan,” paparnya.
Marwan mencatat, perebutan pengaruh sebagai pemain besar ekonomi dunia mutakhir tampak sejak 2007. Saat itu Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe pidato di depan parlemen India berjudul “Confluence of the Two Seas” seraya menyebut potensi Indo Pasifik.
Lalu pada November 2011, Presiden AS Obama menetapkan kebijakan “Pivot to the Pacific” atau Rebalancing toward Asia. Kebijakan itu untuk merespon kebangkitan ekonomi Tiongkok.
Jalur Sutera Maritim
Pada Oktober 2013, Presiden Tiongkok Xi Jinping mengenalkan kebijakan ekonomi yang dia sebut “Jalur Sutera Maritim” (Maritime Silk Road). Itu disampaikan dalam pidato 30 menit di forum resmi DPR RI yang dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
“Jangan lupa juga, pada forum Konferensi Tingkat Tinggi Asia Timur di Naypyidaw, Myanmar, November 2014 Presiden ke-7 RI Joko Widodo menyampaikan pidato kenegaraan bertema “Poros Maritim Dunia”. Bisa jadi peristiwa itu sudah menjadi legalitas alias masuk sebagai lembaran kenegaraan.
Tapi kita patut bertanya, apakah pidato tersebut sudah mendefinisikan posisi geopolitik ekonomi Indonesia dan terjabarkan secara operasional menjadi panduan bagi jajaran di pemerintah? Saya percaya sudah,” paparnya.
Marwan yang mantan Menteri Desa-PDTT itu berpendapat, penting bagi pemerintah menjadikan ide presiden di konferensi internasional. Hal itu sebagai bentuk strategi besar menempatkan posisi tawar ekonomi Indonesia secara geopolitik.
Terutama berkait pemasaran produksi berbagai sumber daya alam dan energi serta memberikan respon melalui gagasan Poros Maritim Dunia (Global Maritime Nexus).
Melalui berbagai diplomasi internasional, lanjut Marwan, diharapkan publik juga semakin mengetahui sejumlah kebijakan dan program pemerintah. Khususnya di bidang perdagangan, industri, investasi dan tekad menjadikan BUMN Indonesia kelas dunia sehingga kemampuan bersaing sedang dan terus dilakukan secara serius.
“Sejumlah kalangan, mulai dari pengusaha UKM hingga swasta besar sudah saatnya turut menyadari betapa mendesak, strategis, dan pentingnya menjadikan pendekatan posisi geopolitik ekonomi sebagai tekad berbisnis mereka. Tanpa itu, kita bakal ketinggalan kereta perdagangan dunia,” tandasnya.(SRM)