

KUDUS – Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBSI Achmad Budiharto angkat bicara atas seretnya prestasi bulu tangkis Indonesia terutama di sektor putri. Prestasi di sektor tunggal baik putra dan putri belakangan ini juga belum menggembirakan.
Kondisi ini merupkan imbas dari pembinaan usia dini yang masih terpusat di Jawa. Budiharto mengatakan, idealnya PBSI butuh 12 sentral pembinaan bulu tangkis di Indonesia. Namun, saat ini hanya ada empat sentral pembinaan di Jawa yakni di Jakarta, Bandung, Semarang, dan Surabaya.
Imbasnya, pilihan pemain terbatas. Karena stok pemain terbatas, lanjut dia, susah mengejar prestasi. “PBSI butuh delapan sentra bulutangkis di luar Jawa agar banyak pilihan pemain,” kata Budiharto di sela ajang Grand Final Kejuaraan Bulu Tangkis Antarmedia (KBAM) 2019 di GOR Djarum Jati Kudus, Rabu (16/10).
Delapan sentra baru itu setidaknya dua berada di Sumatera yakni Medan dan Palembang, dua di Kalimantan yakni Kamantan Timur dan Kalimantan Selatan atau Kalimantan Barat, dua di Sulawesi, setidaknya di Manado dan Makassar.
Dua sentra lainnya berada di Bali dan Maluku. “Tempat-tempat itu banyak melahirkan bintang bulu tangkis Indonesia di masa silam. Saat ini seret karena pembinaan di daerah tersebut yang belum tertata dengan baik,” katanya.
Hanya saja, PBSI selalu terkendala persoalan klasik yakni anggaran. Dari kebutuhan Pelatnas yang mencapai Rp 90 miliar hingga Rp 100 miliar per tahun, Pemerintah hanya mengalokasikan anggaran sebesar Rp 14 miliar.
“Sisanya dari mana lagi kalau bukan pihak swasta yang ikut peduli dengan bulu tangkis. Termasuk sentra bulu tangkis yang idealnya ada 12 titik, pihak swasta juga perlu ambil bagian. Sebab sulit jika hanya mengandalkan dukungan anggaran dari Pemerintah saja,” katanya.
KBAM
Budiharto mengatakan, pembinaan dalam bulu tangkis melibatkan faktor atlet dan pelatih. Jika atlet terbatas, atau pelatih yang mumpuni di daerah tidak banyak, maka pembinaan tidak bisa berjalan dengan baik. Karena itu, menjadi PR PBSI ke depan untuk memassalkan bulu tangkis, sehingga ekosistemnya tergerak.
“Selain itu kompetisi juga harus ada. Pembinaan tanpa kompetisi juga sulit, tidak ada ukurannya. Faktor terakhir tentunya perlu ekspose yang massif dari media,” kata Budiharto.
Karena itu, ia menyambut baik digelarnya KBAM 2019. Dengan merasakan atmosfer pertandingan secara langsung, Budiharto berharap awak media juga tergerak untuk menuliskan berita bulu tangkis.
Direktur Program Djarum Foundation Bhakti Olahraga Yoppy Rosimin mengatakan, KBAM digelar setiap tahun untuk memupuk optimisme meraih prestasi bulu tangkis tanah air. Tahun ini, KBAM 2019 diikuti sebanyak 63 media di tiga zona.
Ada empat tim yang lolos dari kualifikasi tiga zona yakni zona barat, tengah, dan timur. Mereka berhak tampil di grand final KBAM 2019. “Selain bertanding untuk meraih gelar juara, pemenang juga berhak atas piala bergilir dan hadiah uang senilai total Rp 55 juta,” katanya. (SRM)