PATI, Suaramuria.com – Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) menggelar sebuah aksi kritik baru-baru ini. Mereka membawa pesan bahwa Banjir Bukanlah Takdir dalam aksi tersebut.
Kritik itu mereka sampaikan disejumlah lahan yang tergenang akibat banjir saat ini. Mereka menyusuri dengan sebuah perahu dan membawa sejumlah poster.
Gunretno, coordinator JMPPK menyebut, banjir yang melanda Kabupaten Pati dan Kudus terjadi secara rutin setiap tahunnya. Banjir ini menyebabkan kerugian serius karena merendam ribuan hektar lahan pertanian.
Diperkirakan kerugian gagal panen musim tanam pertama mencapai 5ribu hektar. Bila diestimasi bahkan mencapai hasil produksi 40.000 ton gabah dan kerugian biaya produksi sebesar Rp 45 miliar.
“Banjir ini bukan diakibatkan karena curah hujan tinggi, melainkan disebabkan terjadinya alih fungsi lahan dan peruntukan lahan yang tidak sesuai,”imbuhnya.
Dia menyebut, dalam kerangka pembangunan, penanganan wilayah hulu dan hilir haruslah seimbang. Di wilayah hulu, misalnya Pegunungan Kendeng dan Gunung Muria, kegiatan penambangan dan penggundulan hutan marak terjadi.
“Ketika curah hujan tinggi terjadi, aliran sungai pembuangan menjadi cepat mengalami sedimentasi. Temuan survei lapangan JM-PPK dalam kegiatan susur sungai pada Sabtu (12/12) ini terdapat sampah plastik, enceng gondok dan larutan tanah dari pegunungan semakin menjadikan daya tampung sungai tidak mencukupi. Akibatnya, air meluap menggenangi lahan pertanian yang sudah ada tanaman padi,’ujarnya.
Perlu diketahui bahwa dokumen KLHS Pegungan Kendeng menyatakan terdapat kerusakan lingkungan yang sangat krusial yang apabila tidak segera ditanggulangi akan membawa risiko bencana ekologis besar yang tidak terelakkan.
Dalam RTRW Kabupaten Pati 2010-2030 yang dimuat dalam Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2011, pada pasal 2, menyatakan bahwa penataan ruang Kabupaten Pati bertujuan untuk mewujudkan Kabupaten Pati sebagai Bumi Mina Tani berbasis keunggulan pertanian dan industri berkelanjutan.
Adapun di dalam dokumen KHLS Pegunungan Kendeng wilayah Kecamatan Sukolilo, Kecamatan Kayen dan Kecamatan Tambakromo dinyatakan sebagai kawasan lindung yang tidak boleh ada kegiatan yang merusak dan mengganggu fungsi kawasan karst sebagai akuifer hidrologi.
Baca juga : Banjir Bandang Sukolilo Terjang Warung Mie
“Bencana banjir yang terus berulang belum menjadikan pemerintah dan masyarakat sadar pentingnya menjaga keseimbangan lingkungan. Peraturan penetapan tata ruang yang tidak sesuai dengan daya dukung dan daya tampung kawasan peruntukannya,”imbuhnya.
Dikatakannya, sistem pengelolaan lahan menggunakan herbisida dan kimia juga membawa dampak serius terhadap lingkungan serta risiko kebencanaan.
“Bencana banjir bukan semata takdir, melainkan sebuah peristiwa yang dapat dihindari karena penyebabnya adalah perilaku oknum-oknum serakah yang mengabaikan kelestarian lingkungan dan nasib anak cucu mendatang,”imbuhnya.(srm)